Selasa, 03 Juli 2012

cerpen ke-2


SATU JAM SAJA  

Hari yang begitu cerah menambah semangat pagi Tiara, gadis berusia 18 tahun ini untuk bersekolah. Tak ada kata menyerah atau pun bermalas-malasan dalam hidupnya. Karena baginya hidup adalah anugerah terindah yang telah tuhan berikan yang patut untuk kita syukuri dan setiap detik kehidupan yang ia lewati sangat begitu berharga. Selama nafas masih dapat berhembus, selama jantung masih berdetak dan selama tuhan masih memberikannya kesempatan untuk menikmati indahnya dunia, selama itu ia akan terus bersinar seperti mentari pagi, yang selalu menghadirkan sebuah kehangatan dan membuat orang-orang di sekitarnya akan selalu menyadari keberadaannya.
Tiara adalah anak yang cerdas, baik dan ramah. Ia selalu menjadi juara kelas setiap tahunnya. Tiara lahir dari keluarga yang berada, namun semua itu tak membuatnya menjadi anak yang sombong. Menurutnya semua manusia di dunia adalah sama di hadapan sang pencipta, dan tak ada yang perlu untuk di sombongkan. Kebaikan yang terlahir dalam diri Tiara membuatnya menjadi pribadi yang banyak disegani oleh teman-teman, guru-guru, dan para sahabatnya.
Setiap pagi, sebelum berangkat sekolah Tiara selalu menuliskan harapan-harapannya dalam sebuah diary kecilnya yang berwarna ungu. Ia berharap hari ini menjadi hari yang jauh lebih baik dari hari kemarin dan harapan yang selalu dan tak kan pernah ia lewati adalah harapannya tentang seorang Kevin. Kevin adalah sahabat Tiara. Mereka bersahabat sejak sama-sama duduk di bangku kelas VIII. Tiara tak pernah menyangka bahwa persahabatannya dengan Kevin yang kini telah terjalin selama hampir empat tahun ini membuatnya merasakan sebuah perasaan yang berbeda.
 Di saat yang bersamaan setiap kali perasaan itu muncul, Tiara selalu teringat dengan janji yang dulu pernah ia ucapkan bersama Kevin saat mereka masih berumur 15 tahun. Janji itu adalah pernyataan bahwa di antara mereka tidak ada yang boleh saling jatuh cinta sebelum mereka lulus sekolah. Hal itu yang selalu membuatnya sedih, mengapa harus ada perjanjian aneh, bila kini semua itu harus menyiksa batinnya, dan karena perjanjian itu Tiara tak pernah berniat untuk mengungkapkan isi hatinya. Ia takut persahabatan yang telah lama di jalinnya bersama Kevin menjadi hancur.
Baginya Kevin adalah matahari yang selalu hadirkan kehangatan membuatnya mempunyai semangat untuk tetap bertahan hidup dan Kevin adalah sebuah inspirasi dalam hidupnya untuk terus menjadi orang yang lebih baik lagi. Namun sayang perasaan itu  hanya dapat tersimpan dalam hati tanpa Kevin ketahui. Satu tahun menjadi seorang “secret admirer” dari seorang Kevin cukup membuat Tiara merasa sakit karena harus mengagumi dan mencintai tanpa bisa memiliki. Tiara sadar  sampai kapan pun ia takkan mungkin bersatu dengan Kevin, karena cepat atau lambat Tuhan akan mengirimkan malaikat-Nya dan membawa Tiara pergi dari dunia fana ini.  Dalam setiap doanya Tiara hanya selalu berharap suatu saat nanti Kevin akan mengetahui tentang perasaannya.
***
Saat ujian nasional mata pelajaran terakhir diadakan, tiba-tiba kepala Tiara terasa sakit dan ia pun langsung di bawa ke ruang UKS oleh guru pengawas . Tiara pun berbaring di atas kasur untuk beristirahat sambil menunggu tante Lusi, mama Tiara yang akan datang menjemput karena pihak sekolah telah mengabari. Sekitar tiga puluh menit pihak sekolah memberikan kabar, mama Tiara pun datang dengan paniknya dan beliau pun segera meminta izin kepada kepala sekolah untuk membawa Tiara ke rumah sakit. Sekolah pun telah memberikan izin, namun Tiara menolak dan ia beralasan bahwa ia harus menyelesaikan ujiannya yang sempat tertunda.
“Sayang, ayo kita kerumah sakit, mama takut dengan kondisi kamu.”
“Nggak apa-apa kok ma, paling nanti sakitnya hilang sendiri.” Bantah Tiara. 
“Tapi Tiara…….”
“Mama jangan khawatir, Tiara nggak bakalan kenapa-kenapa, mama   
harus percaya sama Tiara. Tiara juga harus menyelesaikan ujian Tiara ma, mama nggak mau kan nantinya Tiara lulus dengan nilai yang jelek.” Tiara berusaha meyakinkan mamanya yang terlihat begitu khawatir dengan kondisinya.
“Ia tiara…mama sayang sama kamu, kalau kamu ada apa-apa lagi cepat hubungi
mama.” Tante Lusi memeluk Tiara dan mulai meneteskan air mata.
“Ia ma, aku juga sayang mama.”

Sepulang sekolah tanpa sengaja Tiara mendengar suara dentingan piano yang begitu indah, membuatnya merasakan adanya sebuah ketenangan dalam setiap nada yang dimainkan. Hatinya pun terdorong untuk mengetahui siapa orang yang berada dibalik indahnya dentingan piano itu. Perlahan tapi pasti, langkahnya pun terhenti pada suatu tempat, yaitu ruang kesenian.
 Betapa terkejutnya Tiara saat mengetahui bahwa Kevinlah orang yang memainkan piano itu. Kevin tampak begitu menghayati dalam membawakan lagu yang dinyanyikannya dan jemarinya tampak begitu terlatih dalam menekan tuts-tuts piano. Sebuah nyayian dan dentingan piano yang begitu merdu membuat pikiran Tiara melambung tinggi membayangkan sosok Kevin yang begitu tampan,pintar, dan ramah.
“Kamu hanya dapat aku kagumi vin, dan aku tak mampu untuk meraih mu.” Desah Tiara dalam hati.
Beberapa menit kemudian, Tiara tak menyadari bahwa Kevin telah berada di hadapannya dan segera menyadarkan Tiara dari khayalannya.
“Hei, kamu ngapain di sini?” Tanya Kevin dengan lembut.
Tiara merasa terkejut dan menjawabnya dengan sedikit terbata-bata.
“Aaa…aku…aku tadi nggak sengaja lewat sini kok.”
“Ahh yang bener…” Tanya Kevin lagi dengan nada menggoda. Tiara pun menjadi sedikit salah tingkah. “Iiii..ia beneran, terserah kamu deh mau percaya atau nggak” jawab Tiara ketus. “hahaha…ia ia aku percaya kok, oya ra…sorry tadi aku nggak bisa jenguk kamu sewaktu kamu sakit tadi di UKS.”
“Ya vin nggak apa-apa kamu kan lagi ujian, lagi pula tadi aku cuma pusing.”
“Ya udah sekarang kita pulang bareng yuk.”
“oke let’s go.”  jawab Tiara penuh semangat.
***
Malam ini Tiara tampak begitu cantik, dengan gaun putih yang dikenakannya karena  malam ini adalah malam prom night yang diselenggarakan oleh pihak sekolah sebagai malam keakraban setelah para siswa-siswi kelas XII menyelesaikan ujian nasional. Tiara berangkat ke acara itu bersama Kevin. Kevin juga tampak begitu tampan dengan jas hitam dan kemeja putih yang dikenakannya. Suasana malam prom night sangat meriah. Kevin dan Tiara tampak begitu menikmati suasana malam prom night itu.      Saat acara prom night dimulai, Kevin naik ke atas panggung dan mulai memainkan pianonya. Lagu yang dimainkannya itu ia persembahkan untuk salah seorang sahabatnya, Tiara. Tiara merasa terkesan dengan apa yang dilakukan oleh Kevin, namun sedikit terbesit rasa sedih dalam hatinya, karena Kevin mempersembahkan lagu itu
kepadanya sebagai seorang sahabat. “Hanya sebagai sahabat dan ngggak lebih.” desah Tiara dalam hati dengan nada sedikit kecewa.
Sesaat kemudian setelah Kevin memainkan pianonya, ia langsung mengambil sebuah mike, seolah ingin mengatakan sesuatu. Matanya tertuju pada Tiara. Ia meminta Tiara untuk naik ke atas panggung. Tiara pun melangkah menuju panggung, dan saat ia baru menaikkan satu anak tangga, tiba-tiba pandangannya kearah Kevin menjadi kabur dan ia merasakan sakit yang luar biasa pada bagian kepalanya, hingga akhirnya ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Kevin menjadi panik dan ia segera membawa Tiara menuju rumah sakit. Keringat Kevin bercucuran saat mengendarai mobil, kepanikan terus menyelimutinya. Sesekali ia menoleh kearah Tiara dan barkata “Tenang ra, sebentar lagi kita bakalan sampai, kamu harus kuat.”
Saat tiba di rumah sakit para dokter langsung menangani Tiara. Malam itu juga Tiara menjalani perawatan di ruang ICU. Semua keluarga Tiara telah berkumpul di depan ruangan tempat Tiara di rawat, setelah Kevin mengabari pihak keluarga Tiara. Mama Tiara menangis sekuatnya, dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Beliau tak kuasa membayangkan keadaan Tiara di dalam sana. Suasana menjadi kelabu dan makin tidak mengenakkan ditambah bau rumah sakit yang menyesakkan dada.
Kevin duduk menyendiri di sudut koridor rumah sakit, ia tak kuasa menahan air matanya, ia tak pernah menyangka malam yang indah tadi, begitu cepat berubah menjadi suasana haru. Kevin begitu sangat mengkhawatirkan Tiara. Ia tak menyangka kondisi Tiara bisa sampai separah ini. “Kamu sakit apa ra, kalau kamu cuma sakit kepala aja kenapa sampai harus masuk ICU, dan kenapa banyak sekali dokter yang menangani kamu ra?” Kevin berkata dalam hati. “Tuhan bila semua masih mungkin berikan aku kesempatan walau hanya satu jam saja untuk mengatakan yang sebenarnya pada Tiara. Lindungi dia tuhan, jangan biarkan sesuatu hal yang buruk terjadi di dalam sana, aku nggak sanggup bila harus kehilangan orang yang paling aku sayang”. Kevin memanjatkan doa disela-sela isak tangisnya yang tak dapat terbendung lagi.
Setelah kurang lebih 45 menit berlalu, papa Tiara dan para dokter keluar, mencoba memberikan penjelasan mengenai kondisi Tiara. Tampak raut wajah papa Tiara yang tak mengenakkan, membuat semua bertanya-tanya akan keadaan Tiara.
“Ma..papa harus bicara sebentar, di ruangan papa” kata papa. Tante Lusi langsung mengikuti suaminya menuju ruangan tempat om Roni bekerja.
“Ada apa pa?” Tanya tante lusi
Tanpa basa-basi om Roni langsung memberikan sebuah amplop coklat yang berisi hasil rontgen. Tante lusi pun juga langsung membukanya.
“Apa ini pa, mama nggak ngerti?”
“Hasil rontgen ini menjelaskan bahwa kanker otak yang derita Tiara telah memasuki tahap akhir, dan itu artinya Tiara……”
“Tiara kenapa pa? papa jangan pernah berfikir kalau Tiara bakalan pergi ninggalin kita, papa harus berusaha buat nyembuhin putri kita.” tante Lusi langsung membantah perkataan suaminya.
“ia ma, itu pasti akan papa lakukan.”  jawab om Roni.
***
            Sudah tiga minggu ini Tiara belum juga sadarkan diri. Mama Tiara jadi semakin khawatir dengan kondisi putrinya itu. Ia tak tega melihat anak semata wayangnya terbaring lemah tak berdaya dengan berbagai alat yang dipasangkan pada tubuh Tiara ia juga tak tahu harus berbuat apa, hanya doa yang kini dapat dilakukannya. Beberapa saat kemudian Kevin datang. Selama Tiara di rawat, Kevin menjadi sering bolak balik rumah sakit.
            “Permisi tante.” sapa Kevin dengan sopan.
            “Ia vin, masuk.” jawab tante Lusi. Tanpa berkata apa-apa lagi tante Lusi langsung mempersilahkan Kevin duduk, sementara itu beliau menunggu di luar, memberikan kesempatan pada Kevin untuk bertemu dengan Tiara.
            Sejenak suasana tampak hening, Kevin hanya menatap Tiara, dan membelai rambut Tiara. Digenggamnya tangan Tiara dengan kuat seolah tak ingin melepaskannya, dan kini ia mulai bicara.
            “Ra…kamu tahu nggak, apa yang aku rasain sekarang, aku sedih ra, aku bingung, aku bingung dengan semua yang terjadi,aku nggak pernah tahu apa penyakitmu. Mungkin aku bukan sahabat yang baik buat kamu ra, sampai-sampai aku nggak pernah tahu tentang penyakitmu.” Perlahan air mata mulai mengalir di pipinya. Kevin terus mengajak Tiara bicara tanpa henti “Asal kamu tahu ra, aku nggak tega ngelihat kamu kayak gini, kalau aku bisa, biarkan aku yang menggantikan posisi kamu saat ini.” Kevin mengakhiri pembicaraannya, dengan mencium tangan Tiara yang di genggamnya.
***
“aku tak tahu sampai kapan aku harus mengalami penderitaan ini. Aku tak tahu sampai kapan kanker otak ini menyiksaku. Semua telah ku lewati selama satu tahun. Tuhan andai aku harus pergi, biarkan aku pergi tanpa harus membuat semua orang menangisi kepergianku, dan andai aku harus pergi izinkan aku merasakan sebuah kasih sayang dari orang yang sangat aku sayang ( Kevin ) sebelum malaikat-Mu menjemputku……”
            Seiring dengan berjalannya waktu Kevin akhirnya mengetahui tentang perasaan Tiara yang sesungguhnya, semua itu ia ketahui saat membaca sebuah diary Tiara yang ia dapat di dalam mobilnya, ia tak tahu mengapa buku semacam ini bisa ada di dalam mobilnya. Mungkin buku ini terjatuh saat terakhir kali Tiara pulang bersamanya, tepatnya sebelum Tiara masuk rumah sakit. Pikirnya dalam hati.
            Tanpa terasa setelah satu bulan lamanya hari ini adalah hari pengumuman kelulusan. Saat semua siswa membaca selebaran yang di tempel di papan pengumuman semua siswa bersorak ria mereka merasa senang karena sekolah tercinta mereka berhasil lulus seratus persen. Berbeda dengan Kevin, Kevin hanya menanggapi kelulusannya dengan biasa saja. Kevin tak merasakan sebuah kebahagiaan seperti teman-temannya yang lain. Ia tak bisa merayakan kelulusan ini tanpa Tiara. Ia juga tak bisa bersenang-senang sedang Tiara masih terbaring lemah di rumah sakit.
            Akhirnya Kevin memutuskan untuk merayakan kelulusannya bersama dengan Tiara di rumah sakit. Saat di perjalanan, Om Roni menghubunginya memberi tahu bahwa hari ini Tiara telah siuman. Kevin merasa senang mendengarnya. Ia pun semakin melaju dengan kecepatan tinggi. Ia tak sabar ingin bertemu dengan Tiara dan memberitahukan kabar gembira ini.
            Setibanya di rumah sakit, Kevin langsung memeluk Tiara dan ia menceritakan semua kabar gembira itu pada Tiara, Tiara juga ikut merasa senang akan hal itu. Kevin juga mengembalikan buku diary Tiara dan ia terpaksa berbohong pada Tiara bahwa ia belum membaca diary itu. Tiara merasa lega mendengarnya. Selama beberapa jam mereka saling berbagi canda tawa. Kevin merasa senang, ia bisa kembali melihat sosok Tiara yang pernah dikenalnya, Tiara yang lucu, Tiara yang selalu ceria, dan Kevin berharap ini bukan menjadi yang terakhir.
            Kevin berada di rumah sakit hingga larut malam, ia tertidur pulas di atas sofa rumah sakit di kamar Tiara, saat ia terbangun ia telah melihat tante Lusi yang datang menjenguk Tiara. Sesaat kemudian, Tiara berteriak histerisnya, ia meronta-ronta kesakitan sambil memegang kepalanya. Kevin langsung segera memanggil dokter. Dokter akhirnya datang dan segera memeriksa kondisi Tiara dan memberikan obat penenang rasa sakit. Dokter juga meminta suster untuk segera mempersiapkan ruang operasi, karena tidak ada jalan lain lagi selain melakukan operasi.
            Perasaan yang kini terlihat dari raut wajah tante Lusi, hanya dapat tergambarkan lewat tetesan air mata tanpa terkecuali dengan Kevin. Kevin terus saja menangis dan ia membayangkan semua kejadian yang pernah ia lalui bersama Tiara setelah hampir empat tahun bersahabat. Susah senang mereka lewati bersama dan ia juga tak lupa untuk terus memanjatkan doa berharap semua akan baik-baik saja. Padahal hari ini ia masih sempat melihat keceriaan yang terpancar dari raut wajah Tiara. Namun kini semua berubah menjadi suasana haru.
            Semua perlengkapan operasi telah dipersipakan. Tinggal menunggu persetujuan dari pihak keluarga. Kedua orang tua Tiara menyetujuinya, dan kini operasi siap untuk dijalankan. Sebelum operasi berjalan,  Tiara meminta izin pada papanya untuk bertemu dengan mama dan Kevin. Setelah tante Lusi masuk untuk melihat Tiara, kini giliran Kevin. Kevin mencoba untuk tegar dihadapan Tiara. Di ruangan itu kini hanya ada mereka berdua. Tiara pun mulai bicara.
            “Vin, makasih selama ini kamu udah mau jadi sahabat terbaik aku, aku nggak tahu lagi harus berkata apa sama kamu selain terima kasih atas semua kebaikan kamu ke aku selama ini. Ada satu hal yang harus kamu ketahui, jujur aku tak pernah menyangka persahabatan kita yang telah terjalin begitu lama kini menjadi sebuah perasaan yang berbeda yang aku rasa, aku sayang kamu vin lebih dari seorang sahabat, sudah lama aku simpan semua ini vin” Tiara mulai menangis dalam setiap perkataannya. “Dan bila akau harus pergi…..” Kevin langsung menutup bibir Tiara dengan telunjuknya, dan Kevin pun langsung melanjutkan perkataan Tiara. “Dan bila kamu harus pergi kamu ingin merasakan sebuah kasih sayang dari orang yang sangat kamu sayangi sebelum malaikat menjemputmu, ia kan?” Tiara terdiam mendengar ucapan Kevin, ia menduga pasti Kevin telah membaca diarynya itu.
            “Kamu tahu ra, kini tuhan telah menjawab doamu, sebelum kamu benar-benar pergi, disisa waktu mu ini, aku mau kamu menerima aku sebagai pacarmu, bukan sahabatmu” Kevin semakin tak kuasa menahan air matanya saat mengatakan itu, begitu pula dengan Tiara yang mendengarnya. Tiara hanya terdiam dan menangis mendengar ucpan Kevin. “Aku nggak peduli ra, bila aku harus merasakan semua ini dengan kondisi kamu yang seperti ini, mungkin ini adalah kebodohan terbesar yang pernah aku lakukan, hanya karena sebuah perjanjian aneh itu aku nggak pernah berani untuk ungkapin ini sama kamu.” Kevin terus bicara dalam tangisnya. “dan sekarang kita sudah lulus ra, aku mau kamu terima cinta aku, kamu mau kan?” Kevin menatap Tiara dengan sepasang mata yang sembab, berharap Tiara akan menerimanya. Akhirnya Tiara pun menerima Kevin sebagai pacarnya saat itu juga. “makasi ra.” kata Kevin sambil mencium kening Tiara.
            Setelah itu Kevin keluar untuk memanggilkan semua anggota keluarga Tiara atas permintaan Tiara sendiri.
            “Buat papa dan mama. Makasih ya buat semuanya”.
            “Ia sayang” jawab papa dan mama sambil menangis.
            “Dan terakhir, Kevin, pacar aku, makasih sudah ngabulin permintaan aku,
            di detik-detik terakhir aku dan sekarang aku bisa pergi dengan tenang.”
            Sesaat setelah itu Tiara menghembuskan nafas terakhirnya. Semua orang yang berada dalam ruang operasi menangis. “Kamu pergi sebelum papa kamu sempat megoperasimu dan kamu pergi setelah aku resmi menjadi pacarmu, walau tuhan hanya memberikan kesempatan itu satu jam saja, tapi percayalah walau dengan waktu sesingkat itu aku dapat mencintaimu, aku pasti akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa melupakanmu dan biarpun ragaku tak ikut bersamamu, namun cinta dan kasih sayang ku telah ikut bersamamu ke surga, terima kasih ra…. karena dari kamu aku belajar arti keikhlasan.” ucap Kevin dalam hati mengiringi kepergian Tiara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar